Susanto, Amos and Sule, Berna (2014) Laporan Penelitian Mandiri Komunitas Basis Tongkonan: Refleksi Teologis-Kontekstual Menuju Cara Menggereja yang Terbuka, Kritis, dan Transformatif. Institut Agama Kristen Negeri Toraja, Repository IAKN Toraja. (Unpublished)
![]() |
Text
amos_hd.pdf Download (196kB) |
![]() |
Text
amos_kp.pdf Download (187kB) |
![]() |
Text
amos_bab_1.pdf Download (291kB) |
![]() |
Text
amos_bab_2.pdf Download (653kB) |
![]() |
Text
amos_bab_3.pdf Download (620kB) |
![]() |
Text
amos_bab_4.pdf Download (671kB) |
![]() |
Text
amos_bab_5.pdf Download (245kB) |
![]() |
Text
amos_dp.pdf Download (221kB) |
![]() |
Text
amos_lp.pdf Download (434kB) |
Abstract
Budaya dan agama sudah pasti menjadi identitas yang selalu melekat pada seseorang. Di dalam konteks masyarakat Toraja, kebudayaan dianggap sebagai warisan dari masa lampau, di mana makna “diri” sebagai orang Toraja dibentuk. Makna “diri” yang dimaksud terungkap di dalam sistem persekutuan berdasarkan darah-daging, yang bisa ditemukan melalui simbol Tongkonan. Sebuah persekutuan yang juga tetap memelihara hubungan antara pa'rapuan dengan puang matua, dewa-dewa dan nenek moyang. Jadi tongkonan, sekaligus menjadi simbol pa’rapuan dan simbol kosmis. Namun bagaimana jadinya jika gereja disebut sebagai tongkonan? Apakah orang Toraja dapat memahami makna persekutuan tongkonan yang baru itu, dan dengan demikian menjadikannya bermakna di dalam kehidupan sehari-hari? Ataukah justru bentuk persekutuan tongkonanlah yang mendasari setiap sikap dan perilaku orang Toraja di dalam kehidupan bergereja? Sekarang ini, ada dua bentuk persekutuan tongkonan, yaitu “ tongkonan tradisional” dan “tongkonan Kristus” (Gereja lokal Toraja). Yang dibutuhkan bukan mempertentangkan keduanya sebagai yang “primordial” dan “yang kudus”, melainkan menemukan bagaimana keduanya dapat saling bersentuhan dalam rangka transformasi hidup ke arah yang lebih baik. Pada pertemuan inilah unsur konfirmasi dan konfrontasi Injil dipergumulkan. Tongkonan Kristus harus berani terbuka tetapi juga kritis terhadap kebudayaan, termasuk setiap konteks yang mewarnai kehidupan bergereja orang Toraja. Terbuka berarti berani mengakui kelemahan yang ada dan mengakui apa yang unik di dalam diri orang lain. Keterbukaan seperti itu didasarkan pada konteks pergumulan bersama sebagai masyarakat Toraja yang menghargai setiap perbedaan yang ada. Di dalam “Komunitas Basis Tongkonan” suatu perjumpaan akan terjadi tanpa melibatkan pementingan dan pencarian diri sendiri, perjumpaan antara kasih agape dan spiritualitas siangkaran.
Item Type: | Other |
---|---|
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > BV Practical Theology |
Depositing User: | am andarias manting |
Date Deposited: | 03 Feb 2025 14:31 |
Last Modified: | 03 Feb 2025 14:31 |
URI: | http://digilib-iakntoraja.ac.id/id/eprint/4282 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |