Kebebasan Beragama: suatu Tinjauan Teologis Konstitusional terhadap Eksistensi Beragama Umat Kristen di Sulawesi Selatan

Mangolo, Yonatan (2006) Kebebasan Beragama: suatu Tinjauan Teologis Konstitusional terhadap Eksistensi Beragama Umat Kristen di Sulawesi Selatan. Masters thesis, STT INTIM Makassar.

[img] Text
yonathan_hd.pdf

Download (572kB)
[img] Text
yonathan_kp.pdf

Download (457kB)
[img] Text
yonathan_bab_1.pdf

Download (481kB)
[img] Text
yonathan_bab_2.pdf

Download (752kB)
[img] Text
yonathan_bab_3.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (1MB) | Request a copy
[img] Text
yonathan_bab_4.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (609kB) | Request a copy
[img] Text
yonathan_bab_5.pdf

Download (409kB)
[img] Text
yonathan_dp.pdf

Download (507kB)
[img] Text
yonathan_lp.pdf

Download (1MB)

Abstract

Setelah melewati pergumulan serta perdebatan yang cukup panjang, akhirnya para tokoh pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia sepakat untuk menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Dengan kesepakatan itu berarti negara memberikan kebebasan beragama kepada semua warga negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Pancasila pada sila pertama: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Juga sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29. Selain itu, “Deklarasi tentang Hak asasi Manusia” - Declaration of Human Rights yang ditandatangani di New York pada tanggal 10 Desember 1946 yang dikenal sebagai Piagam PBB, yang juga dituangkan dalam Anggaran Dasar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang mana menempatkan kebebasan beragama di atas segala-galanya. Namun demikian pada kenyatannya pemberlakuan kebebasan beragama di Indonesia tidak berjalan dengan baik sebagaimana mestinya (terbelenggu). Keluarnya Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri tahun 1969 dan 2006, yang mengatur tentang pendirian Rumah Ibadah, terkesan diskriminatif dan hanya mengatur satu agama saja yakni agama Kristen, buktinya dari sekian banyak mesjid yang berdiri tidak satupun yang mengurus surat izin membangun, bahkan kelihatannya mempersulit pendirian rumah ibadah dan ibadah umat Kristen. SKB hasil revisi tahun 2006 malahan lebih berbelit-belit jika dibandingkan dengan SKB tahun 1969. Dan nampak adanya diskriminasi melalui birokratisasi, pada hal jiwa dan pesan moral pasal 29 ayat 2 UUD 1945 adalah tidak adanya diskriminasi. Sebab menurut SKB tahun 2006, harus ada 90 orang Kristen yang mempunyai KTP pengguna rumah ibadah yang didukung oleh 60 orang masyarakat setempat. Bagi umat kristen, tempat ibadah dan ibadah mendapat tempat yang sentral dalam keyakinan mereka. Adanya larangan mendirikan rumah ibadah dan melaksanakan ibadah baik atas nama pemerintah, maupun atas nama agama mayoritas, memperlihatkan terjadinya perampasan Hak Asasi Manusia dan belum berjalannya dengan baik hukum dan perundang-undangan di Indonesia kendatipun Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 memberikan jaminan tentang hal tersebut. V ABSTRACTION After having wrestle and long arguing. At last all main figure of Indonesia determine Pancasila (five basic nations) as foundation of country. This consensus are giving freedom for people to have a religion as regulated in Pancasila (five basic nations) firt point of Pancasila “the owners of God” and regulated too in constitutional of 1945 chapter 29. Beside in declaration of human right got signature in New York at December 10 1946 and known as PBB diploma (country association) and this fact is discussed in statutes national commission of human right which puts freedom to have a religion as the most but in Indonesian this is not running well like the reaL Both of decision minister religion and minister of home affairs 1969 and 2006 building of woship places is impressed be discriminative and regulate a religion only namaly Christian. There’s not a mosque that regulate license and complicate building of worship and worship of Christian. Compare of SKB (both of decision) revision of 2006 is more complicated that 1969. There’s discrimination through bureaucratization in poin 29 of chapter 2 constitutional of 1945 soul and moral point no discrimination. According to SKB of 2006. There must be 90 Christian has residency cord user of worship places that have support from around 60 society. For Christian, worship places and worship is in the most for their believe forbidden building of worship places and worship on behalf of govemment and the most religion is looting of human right and as a Symbol that law and bill of constitution in Indonesia is not running well althaugh Pancasila (five basic of Indonesian Republic) and constitutional of 1945 discuss about that.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > BV Practical Theology
Depositing User: am andarias manting
Date Deposited: 04 Feb 2025 19:37
Last Modified: 04 Feb 2025 19:37
URI: http://digilib-iakntoraja.ac.id/id/eprint/4302

Actions (login required)

View Item View Item